Senin, 04 Juni 2012

Tahap Pemberian Suntikan Epidural

Tahap Pemberian Suntikan Epidural

Suntikan Epidural
Menjelang akhir persalinan tahap pertama dan saat persalinan tahap kedua, umumnya bantuan lebih lanjut untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman adalah anestesi atau pembiusan. Pembiusan yang populer di Indonesia adalah epidural atau painless labour. Pembiusan ini memblok rasa sakit di rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina. Meskipun demikian, otot panggul tetap dapat melakukan gerakan rotasi kepala bayi untuk keluar melalui jalan lahir. Ibu tetap sadar dan bisa mengejan ketika diperlukan meskipun dibius.
Mekanisme kerja epidural sebagai berikut. Tulang punggung terdiri dari tulang belakang yang terpisah-pisah. Tulang belakang melindungi urat saraf tulang belakang yang membentang dari pinggul hingga ke pangkal leher. Urat saraf tulang belakang terdiri dari jutaan serabut saraf. Semuanya terhubung ke otak dan ke seluruh bagian tubuh dengan rute berbeda-beda. Secara fungsi, serabut saraf dibagi dua jenis, yaitu serabut urat saraf sensoris dan serabut urat saraf motoris. Serabut saraf sensoris berfungsi menyampaikan pesan, seperti rasa sakit, panas, dan dingin dari tubuh ke otak. Serabut saraf motoris bekerja sebaliknya, yaitu menyampaikan pesan dari otak ke bagian tubuh, antara lain “menyuruh” tubuh bergerak atau berkontraksi.
Pada pembiusan epidural, bagian yang dibius atau diberi penawar sakit adalah urat saraf sensoris sehingga sakit saat kontraksi di rahim tidak sampai ke otak. Akibatnya, ibu pun tidak merasakan sakit. Namun, pembiusan ini tidak boleh terkena urat saraf motoris sehingga otak tetap dapat “memerintahkan” otot-otot rahim berkontraksi.
Di punggung, urat saraf dikelilingi selubung berisi air yang disebut dura. Antara dura dengan tulang terdapat rongga yang dilalui serabut urat saraf menuju dan dari berbagai bagian tubuh yang disebut epidura. Pembiusan dilakukan dengan memasukkan jarum kecil berisi tabung (kateter) yang sangat kecil melalui otot punggung ibu hingga ke epidura, dan dengan sangat hati-hati menarik ujung jarum hingga tabung polythene tertinggal di dalam rongga epidura. Sekarang, dokter dapat memberi pembiusan melalui tabung di dalam rongga tersebut.
Pembiusan epidural harus dilakukan dokter spesialis anestesi. Ketika memasukkan jarum suntik, ibu diminta menekuk seperti posisi bayi dalam perut. Setelah itu, ibu harus diawasi karena dapat mengalami efek samping, seperti mual, kejang, dingin, sakit kepala, hingga penurunan tekanan darah sampai titik sangat rendah yang tentu tidak balk bagi ibu maupun janin. Untuk mengatasi penurunan tekanan darah, kadang dokter menyertai pembiusan epidural dengan suntikan 500 ml cairan ke pembuluh darah sebelum pembiusan.
Selain itu, karena tidak merasakan sakit akibat suntikan epidural, mungkin ibu menjadi sulit untuk membantu kelahiran bayi dengan mengandalkan otot perutnya dan mendorong ketika terjadi kontraksi rahim. Hal ini menyebabkan persalinan tahap kedua lebih lama dibanding ibu yang tidak mendapat epidural. Ada kemungkinan, bayi dikeluarkan dengan bantuan forsep atau vacum.
Dari penelitian yang dilakukan pada bayi baru lahir alami atau per vagina dengan ibu yang menggunakan metode ini, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada nilai APGAR pertama dan kelima antara bayi studi dengan bayi kontrol. Selain itu, tidak didapatkan perbedaan kejadian bayi kuning dan lama perawatan di rumah sakit.
Di negara barat, banyak ibu menggunakan metode epidural. Sepuluh persen dari mereka menyatakan metode ini tidak efektif dan rasa sakit tetap dialami. Sepuluh persen lainnya mengeluh epidural menimbulkan kejang dan dingin. Namun, 800/0 ibu merasakan manfaat metode ini. Kini, teknik epidural disempurnakan dengan dikembangkannya teknik blok epidural kontinu, yaitu teknik epidural yang dikendalikan pasien (patient controlled epidural analgesia) dan teknik kombinasi epidural spinal (combined spinal epidural analgesia).
Di bawah ini keuntungan penggunaan epidural.
• Delapan puluh persen ibu berhasil mengatasi rasa sakit.
• Tidak mengacaukan pikiran.
• Membantu dalam mengontrol tekanan darah tinggi.
• Mengembalikan kemampuan ibu mengontrol persalinan sehingga mengembalikan rasa percaya diri.
• Kini, epidural lebih canggih. Penggunaannya tidak memberi efek kebas pada kaki dan tangan.
Berikut ini kerugian penggunaan epidural.
• Mungkin, ibu merasa mati rasa hanya di sebagian tubuh. Sebagian kecil perut tidak mengalami efek pembiusan.
• Ibu harus tetap di tempat tidur dan merasa sangat menggigil.
• Mungkin, ibu membutuhkan infus di tangan karena epidural membuat tekanan darah beberapa wanita turun. Efeknya kurang baik bagi suplai oksigen ke bayi. Cara pencegahannya, tambah segera volume darah untuk membuat tekanan darah normal kembali.
• Mungkin, kateter terpasang di kandung kemih ibu. Penggunaan epidural menyebabkan ibu tidak dapat memperkirakan waktu untuk buang air kecil sehingga ibu buang air kecil secara otomatis.
• Mungkin, ibu merasa tidak sepenuhnya sadar. Dengan terpasangnya tiga tabung di tubuhnya, ibu harus diberi tahu saatnya mengejan jika efek pembiusan belum hilang pada tahap melahirkan.
• Epidural dapat memperpanjang waktu persalinan, khususnya fase mengejan dan melahirkan bayi.
• Denyut jantung bayi harus dimonitor sepanjang waktu.
• Ada kemungkinan penggunaan forsep atau vacum untuk membantu kelahiran bayi karena seringkali epidural membuat bayi tidak dapat bergerak ke posisi yang pas untuk dikeluarkan.
• Pada saat jarum epidural dicabut dan tabungnya dilepas, kemungkinan ada kebocoran cairan rongga epidura. Cairan ini dapat bergesekan dengan serabut saraf tulang belakang. Padahal, pergesekan sedikit saja dapat menimbulkan sakit kepala berat. Hal ini dapat diatasi dengan mengambil sedikit darah dari tangan ibu. Biasanya, sehari setelah kelahiran bayi dan menyuntikkannya ke punggung untuk menutup lubang akibat jarum epidural.
• Beberapa ibu mendapat masalah berkemih setelah menggunakan epidural.
• Epidural tidak dapat digunakan pada persalinan di rumah.
Dalam menggunakan epidural, perhatikan tip-tip di bawah ini.
• Usahakan diam tidak bergerak saat ahli anestesi memasang epidural di punggung ibu. Posisi ibu dapat berbaring menyamping atau menekuk seperti posisi bayi dalam perut. Konsentrasilah pada pernapasan. Tarik napas panjang melalui hidung, kemudian keluarkan perlahanlahan melalui mulut. Pegang tangan pendamping persalinan dan pertahankan kontak mata dengannya.
• Diskusikan dengan dokter kemungkinan melepas epidural pada tahap mengejan. Jika ibu dapat merasakan kontraksi saat itu, ibu lebih efektif mengejan.
Mobile epidural
Mobile epidural adalah epidural dalam dosis lebih sedikit dan diberikan dalam teknik baru sehingga meskipun dapat menghilangkan rasa sakit, tetapi ibu tetap dapat merasakan sensasi kakinya karena kaki tidak ikut kebal.
Cara penggunaannya persis epidural biasa. Sebuah tabung dipasangkan melalui jarum yang ditusukkan di bagian bawah punggung. Obat anestesi yang dicampur obat pereda sakit, seperti pethidin atau fentanyl dimasukkan ke dalam tubuh melalui selang kecil. Cara kerjanya juga mirip epidural biasa, hanya ibu tidak merasa kebal di kaki. Mobile epidural juga diberikan sepanjang tahap persalinan pertama saat ibu tidak sanggup menahan sakit akibat kontraksi atau di awal persalinan jika ibu sama sekali tidak mau merasakan sakit kontraksi. Keuntungannya, ini merupakan cara sangat baik untuk menghilangkan rasa sakit dan selama penggunaannya ibu tetap dapat bergerak. Kerugiannya, kualitas bergerak masih dibatasi. Mungkin, ibu hanya dapat bergerak dari tempat tidur ke kursi atau berjalan dengan bantuan. Kerugian lain, epidural ini sama dengan penggunaan epidural biasa.

pemberian obat pada mata

 Indikasi dan kontra indikasi pemberian obat pada mata
Indikasi
Biasanya obat tetes mata digunakan dengan indikasi sebagai berikur
·         meredakan sementara mata merah akibat iritasi ringan yang dapat disebabkan oleh debu, sengatan sinar matahari, pemakaian lensa kontak, alergi atau sehabis berenang.
·         antiseptik dan antiinfeksi.
·         radang atau alergi mata.
Kontraindikasi
Obat tetes mata yang mengandungnafazolin hidroksida tidak boleh digunakan pada penderita glaukoma atau penyakit mata lainnya yang hebat, bayi dan anak. Kecuali dalam pegawasan dan nasehat dokter.
2.1.4 Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep.
2. Pipet.
3. Pinset anatomi dalam tempatnya.
4. Korentang dalam tempatnya.
5. Plestier.
6. Kain kasa.
7. Kertas tisu.
8. Balutan.
9. Sarung tangan.
10. Air hangat/kapas pelembab.
a.       tetes atau salep mata
1.      botol obat dengan tetes mata steril atau tube salep.
2.      Patch dan plester mata (bila perlu).
3.      Kartu, format, atau huruf cetak nama obat.
4.      Bola kapas atau tisu.
5.      Wadah cuci berisi air hangat atau lap.
6.      Sarung tangan sekali pakai.
b.      cakram intraokuler
1.      cakram obat.
2.      Kartu, format, atau huruf cetak nama obat.
3.      Sarung tangan sekali pakai. 1
2.1.5 Prosedur kerja1
No.
Langkah
rasional
Gambar
1.
Tinjau kembali program obat dari dokter, termasuk nama klien, nama obat, konsentrasi obat, jumlah tetesan obat (jika dalam bentuk cair), waktu dan mata (kanan atau kiri) yang menerima obat.
Memastika kelepatan pemberian obat.
2.
Cuci tangan
Mengurangi penularan mikroorganisme.
3.
Siapkan peralatan dan suplai
c.       tetes atau salep mata
7.      botol obat dengan tetes mata steril atau tube salep.
8.      Patch dan plester mata (bila perlu).
9.      Kartu, format, atau huruf cetak nama obat.
10.  Bola kapas atau tisu.
11.  Wadah cuci berisi air hangat atau lap.
12.  Sarung tangan sekali pakai.
d.      cakram intraokuler
4.      cakram obat.
5.      Kartu, format, atau huruf cetak nama obat.
6.      Sarung tangan sekali pakai.
Tetes mata tersedia dalam bemtuk botol plastik atau kaca.
Salep dignakan dalam tube kecil.
4.
Periksa atau identifikasi klien dengan membaca gelang identifikasi atau menanyakan nama klien
Memastikan klien yang menerima obat benar.
5.
Jika tercapai patch mata, lepaskan.
6.
Kaji kondisi stuktur mata luar.
Memberi data dasar yang selanjutnya digunakan untuk menentukan apakah timbul respon lokal terhadap pengobatan juga mengindikasikan perlunya membersihkan mata sebelum obat diberikan.
7.
Periksa apakah klien alergi terhadap lateks, jika alergi gunakan sarung tangan yang buka lateks.
Klien akan megalami respons hipersensitivitas jika sarung tangan menyentuh membran mukosa.
8.
Jelaskan prosedur kepada klien.
Klien sering merasa cemas tentang obat yang dimasukan ke mata karena adanya kemungkinan ketidaknyamanan.
9.
Atur suplai di sisi tempat tidur dan gunakan sarung tangan.
Memastikan prosedur yang lancar dan teratur. Sarunng tangan mengurangi pajanan terhadap drainase yang infeksius.
10.
Minta klien untuk berbaring terlentang atau duduk dikursi dengan kepala sedikit hiperekstensi.
Memudahkan obat dimasukkan dan memudahkan drainase yang ekluar dari mata.
11.
Jika ada krusta (keropeng) atau drainase disepanjang kelopak mata atau kantus dalam, buang dengan perlahan. Basahi kerak yang kering dan sulit dipindahkan dengan menggunakan kain atau bola kapas lembab selama beberapa menit. Selalu mengusap dari kantus ke kantus luar.
Krusta atau drainase merupakan tempat mikroorganisme berkumpul. Membasahi krusta akan mempermudah pembuangannya, dengan demikian mencegah tekanan langsung pada mata.
12.
Masukan obat tetes, salep atau cakram:
a.       Jika memasukkan obat tetes atau salep, dengan tangan yang tidak dominan, pegang bola kapas atau tisu pembersih pada tulang pipi klien tepat di bawah kelopak mata.
b.      Jika memasukan obat tetes atau salep, dengan tisu atau kapas diletakkan dibawah kelopak mata bawah, tekan kebawah dengan lembut, dengan ibu jari atau telunjuk pada lingkaran tulang mata.
c.       Minta klien melihat kelangit-langit.
Kapas atau tisu mengabsorpsi obat yang keluar dari mata.
Teknik ini memenjankan kantong konjungtiva. Menarik kembali (retraksi) lingkaran tulang mata. Mencegah tekanan dan trauma pada bola mata dan mencegah jari menyentuh mata.
Tindakan ini menarik kornea ke atas dan menjauhi kantong konjungtiva dan mengurangi stimulasi refleks mengedip.
d.      Memasukkan tetes mata:
1.      Dengan tangan yang dominan pada dahi klien, pegang alat tetes mata berisi obat kira-kira sampai 2 cm diatas kantong konungtiva.
2.      Teteskan sejumlah tetesan yang diresepkan ke dalam kantong konjungtiva.
3.      Jika klien mengedip atau menutup mata atau jika tetes mata jatuh dibatas mata luar, ulangi prosedur.
4.      Ketika memberikan obat yang dapat menimbulkan efek sistemik, lindungi jari anda dengan tisu bersih dan beri tekanan lembut pada duktus nasolakrimalis klien selama 30 sampai 60 detik.
5.      Setelah memasukkan obat, minta klien untuk menutup mata dengan lembut.
Membantu mencegah alat tetes mata menyentuh struktur mata secara tidak sengaja sehingga mengurangi resiko cedera pada mata dan perpindahan infeksi ke alat tetes mata. Obat mata sudah disterilkan.
Kantong konjungtiva biasanya menampung 1 sampai 2 tetes.
Memasukkan tetesan ke dalam kantong mata memungkinkan distribusi yang merata.
Efek terapeutik diperoleh hanya jika tetesan mata masuk ke kantong konjungtiva.
Mencegah aliran obat berlebihan ke dalam saluran hidung dan faring. Mencegah absorpsi ke sirkulasi sistemik.
Membantu distribusi obat, mendorong obat dari kantong konjungtiva
e.       Memasukkan salep mata:
1.      Dengan memegang aplikator salep diatas batas kelopak mata, berikan aliran salep tipis mrata disepanjang sisi dalam kelopak mata bawah pada konjungtiva.
2.      Minta klien melihat kebawah.
3.      Berikan aliran tipis salep konjungtiva di sepanjang kelopak atas mata.
4.      Minta klien menutup mata dan menggosok kelopak dengan lembut dalam gerakan memutar menggunakan kapas.
5.      Jika terdapat kelebihan obat pada kelopak mata, seka obat tersebut dengan lembut dari bagian dalam ke bagian luar kantus.
6.      Jiak klien menggunakan patch mata, kenakan dengan menempatkan patch  yang bersih diatas  mata yang diobati, sehingga yang bersih diatas  mata yang diobati, sehingga yang bersih diatas  mata yang diobati, sehingga yang bersih diatas  mata yang diobati, sehingga yang bersih diatas  mata yang diobati, sehingga yang bersih diatas  mata yang diobati, sehingga yang bersih diatas  mata yang diobati, sehingga seluruh mata tertutup. Plester dengan baik tanpa menekan mata.
Obat didistribusi merata dalam mata mata dan batas kelopak mata.
Mengurangi refleks mengedip selama pemberian salep.
Mendistribusikan obat merata dalam mata dan batas kelopak mata
Mendistribusikan obat lebih lanjut tanpa menimbulkan trauma pada mata.
Meningkatkan rasa nyaman dan mencegah trauma pada mata
Mengurangi peluang infeksi
f.       Memasang  cakram inokuler
1.      Buka kemasan berisi cakram obat dengan lembut, tekan cakram pada ujung jari sehingga cakram melekat pada jari.
2.      Dengan tangan yang lain, tarik kelopak mata bawah klien menjauhi matanya. Minta klien melihat ke atas.
3.      Tempatkan cakram didalam kantong konjungtiva, sehingga cakram mengapung pada sklera antara iris dan kelopak mata bawah.
4.      Tarik kelopak mata bawah klien keluar dan keatas cakram. Seharusnya tidak bisa melihat cakram pada saat ini.
Ulangi tindakan ini jika dapat melihat cakram obat.
Memungkinkan perawat atau bidan menginspeksi adanya kerusakan atau deformitas cakram sebelelum diberikan.
Menyiapkan kantong konjungtiva untuk menerima cakram obat.
Menjamin pengantaran obat.
Menjamin keakuratan pengantaran obat.
13.
Keluarkan cakram intraokuler
a.       Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
b.      Jelaskan prosedur kepada klien.
c.       Dengan lembut tarik kelopak mata bawah klien untuk memajankan cakram.
d.      Dengan jri telunjuk dan ibu jari tangan yang lain, jepit cakram obat dan angkat keluar dari mata klien.
Mengurangi penularan mikroorganisme.
Menyiapkan klien untuk menjalani prosedur.
14.
Buang  suplai yang kotor ke dalam wadah yang tepat. Lepas dan buang sarung tangan dan cuci tangan.
Mempertahankan lingkungan yang rapi pada sisi tempat tidur dan mengurangi penularan mikroorganisme.
15.
Observasi resons klien terhadap pengobatan, perhatikan tanda dan gejala efek sistemik yang potensial dan kondisi mata.
Mengevaluasi reaksi terhadap obat.
16.
Catat konsentrasi obat, jumlah tetesan atau cakram waktu pemberian dan mata yang menerima obat (kanan atau kiri).
Pencatatan yang tepat pada waktunya mencegah kesalahan dalam pemberian obat (misal, pengulangan pemberian dosis obat atau pemberian obat terlewat)